Hadits yang dimaksud akan saya salinkan dari kitab Shalatut Tathawwu'
Mafhumun, wa Fadhailun, wa Aqsamun, wa Anwa'un, wa adabun fi Dhauli Kitabi
wa Sunnahm edisi Indonesia Kumpulan Shalat Sunnah & Keutamaannya oleh Dr
Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, hal. 29 Darul Haq

Hadits dari Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu 'anhu, dia berkata :
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Di antara dua adzan ada shalat. Di antara dua adzan ada shalat,
'Pada kali ketiga, beliau bersabda. 'Bagi siapa yang menghendaki'"
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dengan no. 624]

Kemudian, dari kitab yang sama akan saya salinkan juga suatu kekeliruan yang
sering terjadi disebagian kaum muslimin, yaitu melakukan shalat rawatib
padahal iqamah sudah dikumdanngkan.



Dasarnya adalah hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam berbsabda.

"Artinya : Apabila sudah dikumandangkan iqamah, tidak ada lagi shalat selain
shalat wajib" [Sunan Abi Daud, dalam kitab Ash-Shalah, bab : Orang
Menjalankan Shalat Sunnah Di Tempat Ia Shalat Wajib, dengan no. 1006.
Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Daud I : 188]

Demikian juga dengan hadits Abdullah bin Malik bin Buhainah Radhiyallahu
'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melihat seorang
lelaki, melakukan shalat dua raka'at padahal iqamah sudah dikumandangkan.
Setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selesai shalat, orang-orang
menoleh kepadanya (Yakni berkumpul dan menoleh kepadanya. Demikian
dijelaskan dalam Al-Qamus Al-Muhith Lihat Nailul Authar oleh Asy-Syaukani II
: 287) Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Shalat
Shubuh empat raka'at, shalat Shubuh empar raka'at ?" (Maksudnya, hendaknya
jangan shalat Sunnah ketika sudah iqamah, sehingga terkesan melakukan shalat
Shubuh empat raka'at, -pen) [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dan
lafazh Al-Bukhari dalam kitab Al-Adzan bab : Apabila Shalat Sudah Didirikan
(dikumandangkan iqamah), tidak ada Shalat Selain Shalat Wajib, no 663.
Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Al-Musafirin, bab : Dilarangnya
Melakukan Shalat Sunnah Jika Muadzin Telah Mengumandangkan Iqamah, no. 711]

Juga berdasarkan hadits Abdullah bin Sarjis Radhiyallahu 'anhu bahwa ada
seorang lelaki datang ke masjid Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
pada saat shalat Shubuh, lalu shalat dua raka'at di samping masjid, kemudian
bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ia masuk ke dalam masjid
untuk shalat berjama'ah. Selesai salam, Rasulullah bersabda : "Wahai Fulan,
dengan shalat yang mana engkau menganggap (yang wajib), dengan shalatmu
sendirian tadi, atau dengan shalatmu bersama kami" [Diriwayatkan oleh Muslim
dalam Shalatul Musafirin, bab : Dilarangnya Melakukan Shalat Sunnah Setelah
Muadzin Mengumandangkan Iqamah, no. 712]

Hadits-Hadits diatas menunjukkan bahwa seorang muslim bila mendengar iqamah,
tidak lagi diperbolehkan untuk melakukan shalat sunnah, baik itu sunnah
Rawatib, seperti sunnah Shubuh, Zhuhur, Ashar atau yang lainnya, di dalam,
atau di luar masjid, baik ia dalam keadaan khawatir ketinggalan raka'at
pertama, atau tidak khawatir. Yang menjadi hujjah ketika terjadi perbedaan
pendapat adalah As-Sunnah. Barangsiapa mendahulukan ajaran Sunnah tersebut,
ia akan menang [Lihat Syarah Muslim oleh An-Nawawi V : 229 dan Fathul Bari
oleh Ibnu Hajar II : 150, juga Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah II : 119, serta
Nailul Authar oleh Asy-Syaukani II : 284]

Yang benar adalah hikmah yang terkandung di dalamnya agar ia dapat mengikuti
shalat wajib dari awalnya. Ia dapat segera mengikuti shalat setelah imam
bertakbir. Karena kalau ia sibuk menjalankan ibadah sunnah, ia akan
ketinggalan Takbiratul Ihram bersama imam dan sebagian hal yang dapat
menjadi pelengkap yang wajib. Ada juga hikmah lain, yakni larangan untuk
menyelisihi para imam.

Dapat juga diambil dari keumuman sabda Nabi : "Bila telah dikumandangkan
iqamah, tidak ada shalat lain kecuali shalat wajib", bagi orang yang
berpendapat bahwa bila sudah dukumandangkan iqamah, shalat sunnah harus
dihentikan. [Lihat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar II:151]

Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat sunnah itu tidak perlu dihentikan
bila sudah dikumandangkan iqamah, namun diteruskan saja dengan ringkas,
berdasarkan keumuman firman Allah.

"Artinya : Hai orang-orang yan beriman, ta'atlah kepada Allah dan ta'atlah
kepada Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu" [Muhammad :
33]

Hadits-hadits tersebut berlaku bagi orang yang memulai shalat sesudah iqamah
dikumandangkan. Ada yang berpendapat, bahwa apabila khawatir akan
ketinggalan shalat fardhu berjama'ah, hendaknya ia membatalkannya, namun
bila tidak, hendaknya ia meneruskannya. [Lihat Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah
II : 120 dan Fathul Bari oleh Ibnu Hajar II : 151]

Yang benar, adalah yang terindikasikan oleh keumuman hadits-hadits tersebut,
bahwa hendaknya ia menghentikan shalat sunnahnya. Dan itu terlihat jelas
dalam hadits Abdullah bin Malik bin Buhainah yang telah disebutkan sebelum
ini {Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dengan no.663 dan Muslim dengan no. 711,
telah ditakhrij sebelum ini].

Ada lagi riwayat yang lebih tegas dalam Shahih Muslim, disebutkan : "Suatu
hari, iqamah shalat Shubuh dikumandangkan, tiba-tiba Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam melihat seorang lelaki shalat, padahal muadzin sedang
mengumandangkan iqamah, maka beliau bersabda : "Apakah engkau shalat Shubuh
empat raka'at ?".

Dan inilah yang pernah penulis dengar dari yang mulia Imam Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz rahimahullah yang mengunggulkan pendapat itu. Beliau
berkata : "Adapun ayat yang mulia tersebut, pengertiannya adalah umum,
sementara hadits itu khusus. Yang khusus dapat menjadi penentu arti bagi
yang umum, dan tidak akan bertentangan dengannya, sebagaimana yang dapat
dimaklumi dari ilmu ushul fikih dan Mustalahul hadits. Akan tetapi apabila
dikumandangkan iqamah, sementara ia sudah ruku' di raka'at kedua, atau
bahkan sudah sujud, atau sudah sampai pada tahiyyat, sesungguhnya tidak ada
salahnya bila ia menerusknnya, kecuali apabila shalat wajibnya sudah hampir
habis, dan hanya tersisa kurang dari satu raka'at saja" [Majmu'u Fatawa wa
Maqalat Mutanawwi'ah oleh Ibnu Baz XI : 339, dan XI : 370-372]

Pada kesempatan lain, beliau menyatakan : "Karena shalat (wajib) tinggal
kurang dari satu raka'at, maka meneruskan shalat (sunnah), berarti
bertentangan dengan hadits tersebut" [ibid II/394]

[Kumpulan Shalat Sunnah dan Keutamaannya, hal 41-44 Darul Haq]

0 Comments:

Post a Comment