www.arabic.web.id

www.arabic.web.id


Hadits-hadits Lemah dan Palsu Seputar Ramadhan

Posted: 23 Aug 2010 07:02 AM PDT

Al Hamdulillahi rabbil ‘aalamin, wash shalaatu was salaamu ‘alaa nabiyyina muhammad al amiin, wa ‘alaa aalihi wa shabihi ajma’iin, amma ba’d:

Berikut ini beberapa hadits dha’if seputar bulan Ramadhan yang sering beredar di masyarakat, kami ambil penjelasan kedha'ifannya dari beberapa kitab seperti Riyaadhul Janaan Fii Ramadhaan karya Abdul Muhsin bin Ali Al Muhsin hal. 31-36, Sifat Shaumin Nabi karya Syaikh Ali Al Halabiy dan Syaikh Salim Al Hilali, dan Silsilah Adh Dha'iifah karya Syaikh Al Albani. Kami sampaikan kepada anda agar diketahui bahwa hadits-hadits di bawah ini bukan berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadits-hadits dha’if seputar Ramadhan

اَللََّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ .

1. Hadits “Allahumma baarik lanaa fii Rajab…dst.” (Artinya: Ya Allah, berikan kami keberkahan di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan).

Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bazzar dan Thabrani, dalam sanadnya terdapat Zaidah bin Abirriqaad. Imam Bukhari berkata tentangnya, “Mungkar haditsnya.” Ia didha’ifkan oleh Nasa’i dan Ibnu Hibban.

أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ .. وذكر فيه : أَنَّ أَوَّلَهُ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطَهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرَهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ…الخ

2. “Telah datang menaungi kamu bulan yang agung…dst.” Di sana disebutkan, “Bahwa pada permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka…dst.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan ia berkata setelahnya, "Jika khabarnya shahih", diriwayatkan pula oleh Al Muhaamiliy dan Al Ashbahaaniy melalui jalur Ali bin Zaid bin Jad'an dari Sa'id bin Al Musayyib dari Salman. Isnadnya dha'if karena lemahnya Ali bin Zaid. Ibnu Sa'ad berkata, "Padanya ada kelemahan, dan tidak bisa dipakai hujjah." Ahmad bin Hanbal berkata, "Ia tidak kuat." Ibnu Ma'in berkata, "Dha'if."

لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَافِي رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِيْ أَنْ يَكُوْنَ رَمَضَانُ السَّنَةَ كُلَّهَا.

3. “Jika manusia mengetahui (kelebihan) yang ada di bulan Ramadhan, tentu umatku akan berangan-angan jika sekiranya bulan Ramadhan setahun penuh.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la 9/180, dan dia berkata, “Dalam sanadnya terdapat Jarir bin Ayyub seorang yang dha’if.”

صُوْمُوْا تَصِحُّوْا

4. “Berpuasalah, niscaya kamu akan sehat.”

Hadits ini merupakan potongan dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Addiy dalam Al Kaamil (7/2521) dari jalan Nahsyal bin Sa'id dari Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas. Nahsyal adalah seorang yang matruk (ditinggalkan haditsnya), ia melakukan kedustaan, sedangkan Adh Dhahhak tidak mendengar dari Ibnu Abbas. Thabrani juga meriwayatkan dalam Al Awsath, Abu Nu'aim dalam At Thibbun Nabawi sebagaimana dalam Takhrij Al Ihyaa' (3/87), Ibnu Bukhait dalam Juz'nya sebagaimana dalam Syarh Al Ihyaa' (7/401) dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Dawud, dari Zuhair bin Muhammad, dari Suhail bin Abi Shalih, dari Abu Hurairah. Sanadnya adalah dha'if. Abu Bakar Al Atsram berkata, "Aku mendengar Ahmad –dan Beliau menyebutkan riwayat orang-orang Syam dari Zuhair bin Muhammad- ia berkata, "Mereka meriwayatkan darinya hadits-hadits Munkar mereka." Abu Hatim berkata, "Pada hapalannya buruk. Haditsnya di Syam lebih munkar daripada haditsnya di Irak karena buruknya hapalan." Al 'Ijilliy berkata, "Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh penduduk Syam ini darinya tidaklah mengherankanku." Demikian diterangkan dalam Tahdziibul Kamal (9/417). Syaikh Ali berkata, "Muhammad bin Sulaiman adalah orang Syam, diterangkan riwayat hidupnya dalam Tarikh Dimasyq (15/qaaf 386 –naskahnya masih berupa manuskrip-) oleh karena itu riwayatnya dari Zuhair sebagaimana disebutkan para imam adalah munkar, dan hadits ini salah satunya."

حَدِيْثُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ  الطَّوِيْلُ: إِنِّي رَأَيْتُ الْبَارِحَةَ عَجَبًا…رَأَيْتُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِيْ يَلْهَثُ عَطَشًا كُلَّمَا وَرَدَ حَوْضًا مُنِعَ وَطُرِدَفَجَاءَهُ صِيَامُهُ فَسَاقَهُ وَ أَرْوَاهُ

5. Hadits Abdurrahman bin Samurah yang cukup panjang, yaitu: "Sesungguhnya semalam aku melihat suatu keanehan…, aku melihat seseorang di antara umatku menjulurkan lidahnya karena kehausan. Setiap kali ia mendatagi telaga, ia dicegah dan diusir, lalu puasanya datang memberinya minum dan menghilangkan hausnya."

Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dengan dua isnad, yang satu terdapat Sulaiman bin Ahmad Al Waasithiy, sedangkan pada yang satu lagi terdapat Khalid bin Abdurrahman Al Makhzumi, keduanya dha'if, lihat It-haafus saadatil muttaqin 8/119. Hadits ini didha'ifkan pula oleh Ibnu Rajab.

إِنَّ الْجَنَّةَ لَتَزَخْرَفَ وَتَنَجَّدَ مِنَ الْحَوْلِ إِلَى الْحَوْلِ لِدُخُوْلِ رَمَضَانَ فَتَقُوْلُ الْحُوْرُ الْعِيْنُ : يَا رَبِّ  اجْعَلْ لَنَا فِي هَذَا الشَّهْرِ مِنْ عِبَادِكَ أَزْوَاجًا

6. Hadits: "Sesungguhnya surga berhias dan semakin tinggi dari tahun ke tahun karena masuknya bulan Ramadhan, lalu bidadari yang bermata jeli berkata, "Wahai Tuhanku, jadikanlah untuk kami di bulan ini pasangan-pasangan dari hamba-hamba-Mu."

Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Kabir dan Al Awsath, dalam sanadnya terdapat Al Walid bin Al Walid Al Qalaansiy, ia adalah dha'if.

أَحَبُّ الْعِبَادِ إِلَى اللهِ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا

7. Hadits, "Hamba yang paling dicintai Allah adalah yang lebih segera berbuka."

Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad 2/329, Ibnu Hibban 886, Baihaqi 4/237, dan Baghawiy 1732. Dalam sanadnya terdapat Qurrah bin Abdurrahman Haiwa'il, ia adalah dha'if. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah 2062, Tirmidzi 700, dan ia mendha'ifkannya. Yang (shahih) dalam Bukhari dan Muslim adalah:

« لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ » .

"Manusia tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka."

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ

8. "Tidur orang yang berpuasa adalah ibadah."

Hadits ini disebutkan oleh As Suyuthiy dalam Al Jaami'ush Shaghir 9293, ia menisbatkannya kepada Baihaqi dan mengisyaratkan dha'ifnya dari jalan Abdullah bin Abi Aufa. Hadits ini didha’ifkan pula oleh Zainuddin Al 'Iraaqiy, Baihaqi dan As Suyuthiy. Lihat Al Firdaus 4/248 dan It-haafus Saadah 4/322.

مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ اْلآخِرَةَ فِي جَمَاعَةٍ فِي رَمَضَانَ فَقَدْ أَدْرَكَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ

9. "Barang siapa shalat Isya yang terakhir dengan berjama'ah di bulan Ramadhan,  maka sesungguhnya ia telah mendapatkan Lailatulqadr."

Hadits ini dikeluarkan oleh Al Ashbahaaniy dan Abu Musa Al Madini. Imam Malik menyebutkannya secara balagh (sampai berita kepadanya) 1/321. hadits tersebut mursal sebagai perkataan Sa'id bin Al Musayyib. Disebutkan dalam Ibnu Khuzaimah 2195, namun dalam sanadnya terdapat 'Uqbah bin Abil Hasnaa' seorang yang majhul sebagaimana dikatakan Ibnul Madini. Oleh karena itu, hadits ini dha'if.

كَانَ إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ اِجْتَنَبَ النِّسَاءَ وَاغْتَسَلَ بَيْنَ الْأَذَانَيْنِ ، وَجَعَلَ الْعِشَاءَ سَحُوْرًا

10. Hadits: "Apabila sudah masuk sepuluh hari, Beliau menjauhi wanita, mandi di antara kedua azan dan menjadikan makan malam sebagai sahur."

Hadits ini adalah hadits batil, dalam sanadnya terdapat Hafsh bin Waqid. Ibnu 'Addiy berkata, "Hadits ini termasuk hadits paling munkar yang saya lihat." Hadits ini datang dengan sanadnya yang banyak, namun semuanya dha'if.

مَنْ صَامَ بَعْدَ اْلفِطْرِ يَوْمًا فَكَأَنَّمَا صَامَ السَّنَةَ  ، وحديث : الصَّائِمُ بَعْدَ رَمَضَانَ كَالْكَارِّ بَعْدَ الْفَارِّ

11. Hadits: "Barang siapa berpuasa sehari setelah berbuka, maka ia seperti berpuasa setahun."

Dan hadits, "Orang yang berpuasa setelah Ramadhan seperti orang yang kembali setelah pergi berlari."

Hadits ini disebutkan oleh penyusun Kanzul 'Ummal 24142, ia adalah hadits dha'if.

لاَ تَكْتَحِلْ بِالنَّهَارِ وَأَنْتَ صَائِمٌ

12. Hadits: "Janganlah kamu bercelak di siang hari ketika kamu seang berpuasa."

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud 2377, ia berkata: Ibnu Ma'in berkata, "Ia adalah hadits munkar."

« مَنْ أَفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ ، مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ ، وَإِنْ صَامَهُ » .

13. Hadits: "Barang siapa berbuka sehari saja di bulan Ramadhan tanpa udzur dan tanpa sakit, maka ia tidak bisa diqadha' oleh puasa setahun, meskipun ia melakukannya."

Hadits ini disebutkan tanpa sanad oleh Bukhari dalam shahihnya, dan dimaushulkan (disambung sanadnya) oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa'i dalam Al Kubra, Baihaqi, dan Ibnu Hajar dalam Taghliqut Ta'liq (3/170) dari jalan Abul Muthawwis dari bapaknya dari dari Abu Hurairah. Ibnu Hajar dalam Fat-hul Bari (4/161) berkata, "Diperselisihkan hadits itu dengan perselisihan yang banyak karena Habib bin Abi Tsabit, sehingga di sana terjadi tiga 'illat (cacat tersembunyi); yaitu idhthirab (terjadi kegoncangan), majhulnya keadaan Abul Muthawwis dan diragukannya bapaknya mendengar dari Abu Hurairah."

اِسْتَعِيْنُوْا بِطَعَامِ السَّحَرِ عَلَى صِيَامِ النَّهَارِ ، وَبِالْقَيْلُوْلَةِ عَلَى قِيَامِ اللَّيْلِ

14. Hadits: "Gunakanlah makan saur untuk membanu puasa di siang hari, dan tidur siang untuk qiyamullail."

HR. Hakim dan Ibnu Majah. Dalam sanadnya terdapat Zam'ah bin Shalih dan Salamah bin Wahram, keduanya adalah dha'if. Dengan demikian, hadits ini adalah dha'if.

Di samping yang disebutkan di atas, ada beberapa hadits dha'if lainnya tentang bulan Ramadhan, seperti hadits:

تَدْرُوْنَ لِمَ سُمِّيَ شَعْبَانُ لِأَنَّهُ يُشَعَّبُ فِيْهِ خَيْرٌ كَثِيْرٌ . وَإِنَّمَا سُمِّيَ رَمَضَانُ لِأَنَّهُ يُرْمِضَ الذُّنُوْبَ أيْ يُدْنِيْهَا مِنَ الْحَرِّ .

15. "Tahukah kamu, mengapa dinamakan Sya'ban? Karena kebaikan yang banyak dicabang-cabangkan. Tahukah kamu, mengapa dinamakan Ramadhan? karena ia memanaskan dosa-dosa", yakni meleburnya karena panas. (Hadits maudhu' (palsu), lihat Adh Dha'iifah no. 3223).

رَجَبُ شَهْرُ اللهِ وَشَعْبَانُ شَهْرِيْ وَرَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِيْ

16. "Rajab adalah bulan Alah, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku." (Dha'if, didha’ifkan oleh Al Albani dalam Adh Dha'iifah no. 4.400)

اَلصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ

17. "Puasa merupakan setengah kesabaran." (Dha'if, didha’ifkan oleh Al Albani dalam Dha'iiful Jaami' no. 3581)

Wa shallallahu 'alaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Ditulis oleh Marwan bin Musa. Disebarkan melalui www.arabic.web.id

Maraaji': Riyaadhul Janaan Fii Ramadhaan (Abdul Muhsin bin Ali Al Muhsin hal. 31-36), Silsilah Adh Dha'iifah (Syaikh Al Albani), Dha'iful Jaami' (Syaikh Al Albani), dan Sifat Shaumin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Syaikh Ali Al Halabiy dan Syaikh Salim Al Hilali).


Ringkasan Tata cara Shalat Sesuai Tuntunan Rasulullah

Posted: 23 Aug 2010 06:32 AM PDT

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." (HR. Bukhari)

Atas dasar hadits ini, kami ingin menyampaikan sifat (tata cara) shalat yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan harapan semoga kita semua dapat menirunya.

Sifat shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak shalat berdiri menghadap kiblat.

Beliau berdiri dekat dengan sutrah[1] (yakni penghalang baik berupa dinding, kayu, cagak maupun lainnya) agar tidak dilewati orang. Jarak berdiri Beliau dengan sutrah kira-kira tiga hasta (satu hasta adalah dari ujung jari tengah hingga ujung sikut).

Sebelum memulai shalat, kita harus berniat di hati (tidak di lisan), karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda "Innamal a'maalu bin niyyaat" (sesungguhnya amal itu tergantung dengan niat).

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir, mengucapkan "Allahu akbar" sambil mengangkat kedua tangan. Terkadang takbir Beliau bersamaan dengan mengangkat kedua tangan, terkadang sebelum mengangkat kedua tangan (HR. Bukhari dan Nasa'i) dan terkadang setelah mengangkat kedua tangan (HR. Bukhari dan Abu Dawud). Jari-jari tangan Beliau tegak, tidak direnggangkan dan tidak dirapatkan. Kedua telapak tangan Beliau setentang dengan bahu, terkadang setentang dengan telinga.

Setelah itu, Beliau menaruh tangan kanan di atas tangan kiri (bersedekap) di dadanya (boleh digenggam tangan kirinya dan boleh juga tidak). Telapak tangan kanan Beliau diletakkan di atas telapak tangan kiri, pergelangan dan hastanya.

Beliau menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangan mata ke tempat sujud.

Kemudian membaca doa iftitah, doa yang Beliau ajarkan ada beberapa macam, di antaranya sbb:

اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ، كَمَا يُنَقَّىالثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

Artinya: "Ya Allah, jauhkanlah antaraku dan antara kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan sebagaimana dibersihkan baju putih dari noda. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air, air es dan air dingin."

Lalu Beliau berta'awwudz; mengucapkan "A'uudzu billahis samii'il 'aliim minasy syaithaanir rajiim min hamzihi wa nafkhihi wa naftsih" dan mengucapkan "Bismillahir rahmaanir rahiim" dengan tidak dikeraskan suaranya dan membaca surat Al Faatihah ayat-perayat (tidak disambung).

Setelah Beliau selesai membaca surat Al Fatihah, Beliau membaca "Aamiiiiiin" dengan menjaharkan/mengeraskan suaranya dan memanjangkannya.

Selesai membaca surat Al Fatihah, Beliau membaca surat yang lain, terkadang surat yang Beliau baca cukup panjang dan terkadang pendek. Beliau biasa membaca surat pada rak'at pertama lebih panjang daripada rak'at kedua.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjaharkan bacaan surat Al Fatihah dan surat setelahnya dalam shalat Shubuh, Maghrib dan Isya pada dua rak'at pertamanya. Beliau juga menjaharkan bacaan tersebut dalam shalat Jum'at, shalat 'Iedain (dua hari raya), shalat istisqa' (shalat meminta kepada Allah agar diturunkan  hujan) dan shalat kusuf (gerhana).

Setelah Beliau selesai membaca surat yang lain setelah Al Fatihah, Beliau diam sejenak (Menurut Ibnul Qayyim, diam Beliau pada saat ini seukuran tarikan nafas), lalu mengangkat kedua tangan dan bertakbir, kemudian ruku'. Ketika ruku', Beliau meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua lututnya, menekannya dan merenggangkan jari-jarinya seakan-akan Beliau menggenggam lututnya.

Saat ruku', Beliau menjauhkan kedua sikut dari rusuknya, kepala Beliau tidak didongakkan ke atas dan tidak ditundukkan, akan tetapi pertengahan di antara kedua. Pada saat ruku' Beliau meluruskan punggungnya, sehingga jika sekiranya air dituangkan di atasnya bisa menetap (tidak tumpah). Beliau  ruku' dengan thuma'ninah (diam sejenak setelah benar-benar ruku', ukuran lama thuma'ninah kira-kira seukuran satu kali tasbih (ucapan "subhaana rabbiyal 'azhiim")), ketika ruku' Beliau membaca:

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْم

Artinya: "Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung."(sebanyak 3 X atau lebih)

Beliau juga mengajarkan dzikir yang lain di samping dzikr di atas, terkadang Beliau membaca dzikr di atas dan terkadang Beliau membaca dzikr yang lain. Beliau melarang kita ketika ruku' membaca ayat Al Qur'an.

Setelah itu, Beliau bangkit dari ruku' mengucap "Sami'allahu liman hamidah" sambil mengangkat kedua tangan, badannya tegak lurus kemudian membaca:

رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ

Artinya: "Wahai Tuhan kami, untuk-Mulah segala puji."

Terkadang Beliau menambahkan:

حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

Artinya: "Dengan pujian yang banyak, baik lagi diberkahi."

Dan terkadang menambahkan dengan dzikr yang lain selain di atas. Beliau juga memerintahkan untuk thuma'ninah ketika i'tidal.

Faedah: Apakah ketika i'tidal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersedekap atau melepas tangannya ke bawah (irsal)?

Imam Ahmad berkata: "Jika ia mau, ia boleh melepas tangannya ke bawah setelah bangkit dari ruku', dan jika ia mau, ia boleh bersedekap."

Imam Ahmad rahimahullah berpendapat demikian, karena tidak ada dalil yang tegas/sharih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersedekap atau irsal (melepas tangan ke bawah). Wallahu a'lam.

Beliau kemudian bertakbir lalu turun untuk sujud dengan mendahulukan kedua tangan sebelum lutut. Kedua telapak tangan Beliau dibuka (tidak dilipat), namun jari-jarinya dirapatkan dan diarahkannya ke kiblat. Kedua telapak tangan Beliau ditaruh sejajar dengan kedua bahu, terkadang sejajar dengan kedua telinga. Ketika sujud, Beliau juga menekan hidung dan dahinya ke permukaan tanah, demikian juga kedua lutut dan ujung kaki, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Aku diperintahkan sujud di atas tujuh anggota badan; dahi –Beliau berisyarat dengan tangannya ke hidungnya-, kedua tangan, kedua lutut dan kedua ujung kaki. Dan kami tidak diperbolehkan menarik kain dan rambut[2]." (HR. Bukhari-Muslim)

Ketika sujud, Beliau mengangkat kedua sikutnya dan tidak menidurkannya dengan menjauhkan lengan dari lambung/rusuk serta merapatkan kedua tumit sambil menghadapkan jari-jari kaki ke arah kiblat. ketika sujud Beliau membaca:

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى

Artinya: "Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi." ."(sebanyak 3 X atau lebih)

Beliau juga mengajarkan dzikir yang lain di samping dzikr di atas. Saat sujud, Beliau memerintahkan kita untuk memperbanyak doa, karena keadaan seseorang yang paling dekat dengan Allah Tuhannya adalah pada saat sujud. Beliau melarang kita ketika sujud membaca ayat Al Qur'an. Pada saat sujud, Beliau memerintahkan kita untuk thuma'ninah (diam sejenak setelah benar-benar sujud).

Setelah itu, Beliau bangkit dari sujud sambil bertakbir "untuk duduk di antara dua sujud'. Cara duduk Beliau adalah dengan iftirasy (yaitu kaki kanan ditegakkan dan kaki kiri ditidurkan untuk diduduki), namun terkadang cara duduk Beliau dengan cara iq'aa (yaitu duduk di atas kedua tumit dengan ditegakkan dua kaki). Ketika duduk antara dua sujud, Beliau membaca:

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَعَافِنِيْ وَاهْدِنِيْ وَارْزُقْنِيْ

Artinya: “Ya Allah, ampunilah aku, sayangilah aku, sehatkanlah aku, tunjukkanlah aku dan karuniakanlah rezeki kepadaku.”[3]

Ketika duduk di antara dua sujud, Beliau memerintahkan pula thuma'ninah. Setelah itu, Beliau bertakbir lagi untuk sujud dan melakukan hal yang sama dengan sujud pertama tadi. Lalu Beliau bertakbir untuk bangun dari sujud[4] ke rak'at selanjutnya.

Pada rak'at kedua, Beliau melakukan hal yang sama dengan rak'at pertama, dan ketika selesai dari sujud kedua, Beliau duduk tasyahhud awwal, cara duduknya dengan cara iftirasy[5] (yakni duduk di atas kaki kiri dan menegakkan kaki kanan seperti ketika duduk di antara dua sujud) dan meletakkan telapak tangan kanan di atas paha atau lutut kanan, telapak tangan kiri di atas paha atau lutut kiri[6]. Telapak tangan kiri Beliau terbuka di atas paha atau lutut kiri, Jari-jari tangan kanan digenggam semuanya[7], sedangkan jari telunjuk Beliau diangkat kemudian digerak-gerakkan ketika berdoa, serta pandangan mata tertuju ke arah jari telunjuk. Saat duduk tasyahhud, Beliau mengajarkan doa tahiyat, yaitu sbb:

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيك اَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

Artinya: "Segala pengagungan untuk Allah juga segala ibadah badan dan ucapan, salam atasmu wahai Nabi, serta rahmat Allah dan berkah-Nya semoga dilimpahkan kepadamu. Salam untuk kami dan untuk hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya."

'Atha' (seorang tabi'in) menjelaskan bahwa para sahabat mengucapkan "as Salaamu 'alaika ayyuhan nabiyyu" ketika Beliau masih hidup, namun setelah Beliau wafat, mereka mengucapkan "As Salaamu 'alan nabiyyi (wa rahmatullah…dst)".

Pada tasyahhud awwal boleh hanya sampai doa ini saja (tahiyyat tanpa shalawat)[8], boleh juga ia tambahkan dengan shalawat. Beliau mengajarkan beberapa cara membaca shalawat kepada Beliau, di antaranya adalah:

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

Artinya: "Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah berikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah keberkahan kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah berikan keberkahan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau maha Terpuji lagi Maha Mulia."(HR. Bukhari-Muslim)

Di dalam membaca shalawat, Beliau tidak mengajarkan membaca "sayyidinaa", oleh karena itu, janganlah kita menambahkannya.

Setelah selesai tasyahhud awwal, Beliau bangun sambil bertakbir dan terkadang sambil mengangkat kedua tangannya untuk menambahkan rak'atnya yang kurang. Setelah Beliau menyempurnakan rak'atnya (setelah bangun dari sujud kedua) Beliau duduk untuk tasyahhud akhir, cara duduknya adalah dengan cara tawarruk yaitu dengan dikedepankan kaki kirinya dan ditegakkan kaki kanannya (terkadang Beliau menidurkannya) sambil duduk dengan pinggul yang kiri.

Beliau membaca hal yang sama seperti tasyahhud awwal (yaitu membaca tahiyyat), dan di tasyahhud akhir kita diwajibkan membaca shalawat. Selesai membaca shalawat, Beliau mengajarkan kita untuk berdoa dengan doa berikut:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.

Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab jahannam, dari azab kubur, dari cobaan hidup dan mati serta dari keburukan cobaan Al Masih Ad Dajjal."

Di waktu ini (sebelum salam), kita dianjurkan berdoa, karena waktu tersebut termasuk waktu mustajab, dan lebih baik lagi apabila doanya diambil dari As Sunnah seperti:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ ظُلْماً كَثِيْراً وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ فَاغْفِرْ لِيْ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِيْ، إِنَّكَ أَنْتَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku dengan kezaliman yang banyak dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain-Mu, maka ampuni aku dengan ampunan dari sisi-Mu, sayangi aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Setelah itu, Beliau mengucapkan salam ke kanan "As Salaamu 'alaikum wa rahmatullah" Hingga nampak pipi Beliau, demikian juga salam ke kiri.

Beliau melarang kita berisyarat dengan tangan ketika salam.

Ibrahim An Nakha'iy berkata: "Wanita dalam shalatnya melakukan hal yang sama dilakukan oleh laki-laki.".

Maraaji': Talkhis Shifat shalatin Nabi (Syaikh Al Albani), Shifat Shalatin Nabi (syaikh Al Albani), Al Wajiz (Abdul 'Azhim bin Badawi), Subulus Salam, Shifat shalatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz) dll.


[1] Yakni jika sebagai imam atau munfarid (shalat sendiri). Adapun bagi makmum, cukup dengan sutrahnya imam.

[2] Maksud menarik adalah mengangkat atau menggulungnya agar tidak tersentuh tanah, hal itu dilarang karena mirip dengan orang-orang yang sombong. Larangan ini berlaku baik di dalam shalat maupun ketika hendak memulai shalat.

[3] Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud (850). Dalam beberapa riwayat ada beberapa tambahan terhadap dzikr ini, kita bisa memakainya, dan ada juga yang lebih pendek, yaitu "Rabbighfirliy" 2X (HR. Ibnu Majah dengan sanad hasan).

[4] Dianjurkan ia duduk sebentar/duduk istirahat (HR. Bukhari dan Abu Dawud), lalu bangkit ke rak'at berikutnya sambil bersandar ke lantai dengan kedua tangannya (HR. Abu Ishaq Al Harbiy dengan sanad yang shalih, semakna dengan riwayat Baihaqi dengan sanad yang shahih)..

[5] HR. Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad jayyid. Beliau juga duduk dengan cara iftirasy pada shalat yang berjumlah dua rak'at seperti shalat Shubuh (HR. Nasa'i dengan sanad yang shahih).

[6] HR. Muslim dan Abu 'Uwanah. Dan dalam riwayat Abu Dawud dan Nasa'i dengan sanad yang shahih disebutkan bahwa Beliau meletakkan ujung sikut kanan di atas paha kanan.

[7] HR. Muslim dan Abu 'Uwanah. Ada tiga cara dalam melipat jari telapak tangan ketika tasyahhud: cara pertama adalah seperti diterangkan di atas (yakni dilipat semua jari), cara kedua adalah dengan membuat lingkaran 53, yakni dengan menjadikan ibu jari terbuka (tidak dibuat lingkaran) di bawah telunjuk (HR. Muslim), sedangkan cara ketiga adalah dengan membuat lingkaran antara ibu jari dengan jari tengah (HR. Ibnu Majah).

[8] Ibnu Mas'ud berkata: "Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada dua rak'at pertama (tasyahhud awwal) duduknya seperti duduk di atas batu yang panas." (HR. Ahmad dan para pemilik kitab Sunan). Tirmidzi berkata: "Hadits hasan, hanyasaja Ubaidah tidak mendengar dari bapaknya (Ibnu Mas'ud)", ia juga berkata: "Demikianlah yang diamalkan di kalangan ahli ilmu, mereka lebih memilih hendaknya seseorang tidak terlalu lama pada dua rak'at; yakni tidak lebih dari tasyahhud saja."

Ditulis oleh Marwan bin Musa untuk www.arabic.web.id


Mengisi Bulan Ramadhan

Posted: 23 Aug 2010 05:11 AM PDT

Ramadhan yang kita cintai telah tiba. Setiap muslim menyambut kedatangannya dengan penuh gembira. Bagaimana tidak? Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh kebaikan dan keberkahan. bulan Ramadhan adalah bulan di mana Al Qur'an diturunkan. Di bulan ini setan-setan dibelenggu, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Di bulan ini terdapat malam malam yang lebih baik daripada seribu bulan, itulah malam Lailatul Qadr, di mana beribadah pada malam itu seperti beribadah selama seribu bulan. Di bulan ini ada doa mustajab bagi setiap muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ يَدْعُوْ بِهَا فِي رَمَضَانَ

"Setiap muslim memiliki doa mustajab yang dilakukannya di bulan Ramadhan." (HR. Ahmad dengan sanad yang jayyid)

Beberapa persiapan dan amalan menghadapi bulan Ramadhan

- Bersyukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala karena telah disampaikan ke bulan Ramadhan.

-  Meminta kepada Allah Azza wa Jalla agar dimudahkan dalam mengerjakan amalan yang wajib dan amalan yang sunat di bulan itu serta meminta kepada-Nya agar diterima amalan itu.
- Bertobat dari segala dosa dan maksiat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تُغْلَقُ أَبْوَابُ النَّارِ وَتُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ ، وَتُصَفَّدُ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ ، قَالَ : وَيُنَادِيْ فِيْهِ مَلَكٌ : يَا باَغِي الْخَيْرِ أَبْشِرْ ، وَيَا بَاغِي الشَّرِّ أَقْصِرْ ، حَتَّى يَنْقَضِيَ رَمَضَانُ

"Pintu-pintu neraka ditutup, pintu-pintu surga dibuka dan setan-setan dibelenggu dan di bulan itu ada malaikat yang menyeru, "Wahai yang menginginkan kebaikan bergembiralah. Wahai yang menginginkan keburukan berhentilah," hingga bulan Ramadhan selesai." (HR. Ahmad dan Nasa'i, sanadnya jayyid)

- Mempraktekkan adab-adab puasa dan memperbanyak amal saleh, seperti:

1. Makan sahur, dan mengakhirkannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةٌ

"Makan sahurlah, karena dalam sahur ada keberkahan." (HR. Bukhari dan Muslim)

'Amr bin Maimun berkata, "Para sahabat Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling segera dalam berbuka dan paling lambat dalam makan sahur." (HR. Baihaqi dengan sanad shahih)

Habis waktu makan sahur adalah dengan terbitnya fajar shadiq (lihat surat Al Baqarah: 187), tidak dengan tibanya waktu yang biasa disebut "Imsak", ini adalah diada-adakan dan bertentangan dengan syari'at

2. Menjaga diri dari perbuatan sia-sia dan berkata kotor, berkata dusta, bersikap bodoh dan berkata keras. Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ

"Puasa adalah perisai[1], maka jika kamu sedang berpuasa, janganlah berkata kotor dan berteriak-teriak. Jika ada yang memaki atau mengajak bertengkar katakanlah, "Saya sedang puasa." Demi Allah yang nyawa Muhammad di Tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wangi kesturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan; kegembiraan ketika berbuka dan ketika bertemu Tuhannya dengan puasanya itu." (HR. Bukhari)

3. Bersikap dermawan. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ *

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Beliau sangat dermawan sekali di bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya. Jibril biasa menemuinya di setiap malam bulan Ramadhan lalu bertasarus Al Qur'an dengan Beliau. Sungguh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat dermawan terhadap kebaikan melebihi angin yang berhembus." (HR. Bukhari)

4. Shalat Tarawih.  Shalat tarawih lebih utama dilakukan bersama imam hingga selesai, karena akan dicatat untuknya seperti shalat semalam suntuk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

"Sesungguhnya orang yang melakukan qiyamul lail bersama imam hingga selesai, maka akan dicatat untuknya qiyamul lail semalam suntuk." (HR. Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah, serta dishahihkan oleh pentahqiq Jaami'ul Ushuul 6/121)

5. Memperbanyak membaca Al Qur'an, berdzikr, beristighfar dan berdoa.

6. Menyegerakan berbuka.

7. Berbuka dengan kurma berjumlah ganjil, jika tidak ada dengan air. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُفْطِرُ عَلَى رَطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ ، فَإِنْ لمَ ْتَكُنْ فَعَلَى تمَرََاتٍ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ ، حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

"Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah sebelum shalat. Jika tidak ada, maka Beliau berbuka dengan kurma kering. Jika tidak ada juga, maka Beliau berbuka dengan meneguk beberapa tegukan air." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Hakim dan dihasankan oleh Tirmidzi)

8. Berdoa ketika berbuka seperti dengan doa berikut:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَ اْبتَلَّتِ اْلعُرُوْقُ وَ ثَبَتَ اْلاَ جْرُ اِنْ شَاء َاللهُ

"Telah hilang rasa haus, telah basah tenggorokan dan semoga pahala tetap didapat Insya Allah." (HR. Abu Dawud 2/306 dan lain-lain, Shahihul Jami' 4/209)

Doa ini dibaca setelah berbuka, jangan lupa ketika hendak makan membaca "Bismillah", jika lupa ucaplah "Bismillah fii awwalihi wa aakhirih" (Sebagaimana dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi) dan makanlah dengan tangan kanan.

Jika kita berbuka di rumah orang lain dianjurkan mengucapkan,

أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارُ، وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ

"Orang-orang yang berpuasa berbuka di dekatmu dan orang-orang yang baik makan makananmu, serta semoga malaikat mendoakan rahmat untukmu." (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan An-Nasa'i dalam 'Amalul Yaum wal Lailah, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud)

9. Beri'tikaf. I'tikaf lebih utama dilakukan pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia pun hendaknya mencari malam lailatul qadr dalam I'tikafnya di malam-malam yang ganjil[2]. Hendaknya orang yang beri'tikaf memanfa'atkan waktunya yang ada dengan sebaik-baiknya seperti memperbanyak dzikr, membaca Al Qur'an, mengerjakan shalat-shalat sunnah dan amalan sunat lainnya serta memperbanyak tafakkur tentang keadaannya yang telah lalu, hari ini dan yang akan datang serta merenungi hakikat hidup di dunia dan kehidupan di akhirat kelak. Ia pun hendaknya menghindari perbuatan yang sia-sia seperti banyak bercanda, ngobrol dsb. Dan tidak mengapa bagi orang yang beri'tikaf keluar dari masjid jika terpaksa harus keluar (seperti buang air, makan dan minum jika tidak ada yang mengantarkan makan untuknya, pergi berobat, mandi dsb.) Aisyah berkata, "Sunnahnya bagi yang beri'tikaf adalah tidak menjenguk orang yang sakit, tidak menyentuh isteri, memeluknya, tidak keluar kecuali jika diperlukan, dan i'tikaf hanya bisa dilakukan dalam keadaan puasa, juga tidak dilakukan kecuali di masjid jaami' (Masjid yang di sana dilakukan shalat  Jum'at dan jama'ah)."

lebih sempurna lagi bila dilakukan di salah satu dari tiga masjid yang memiliki keistimewaan dibanding masjid-masjid yang lain (Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha).

I'tikaf menjadi batal jika seseorang keluar dari masjid tanpa suatu keperluan serta melakukan jima'.

Doa ketika mengetahui lailatul qadr adalah,

اَللّهُمَّ اِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ

"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, maka maafkanlah aku." (HR. Imam Ahmad dan Penyusun Kitab Sunan, kecuali Abu Dawud. At-Tirmidzi, ia berkata, "Hadits hasan shahih.")

Waktu I'tikaf dimulai dari setelah shalat Subuh hari pertama dari sepuluh terakhir bulan Ramadhan dan berakhir sampai matahari tenggelam akhir bulan Ramadhan.

10. Ber'umrah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ عَمْرَةً أَوْ حَجَّةً مَعِيْ

"Berumrah di bulan Ramadhan seperti berumrah atau berhaji bersamaku." (HR. Bukhari dan Muslim)

Mengisi hari-hari dengan amal shalih, seperti berbakti kepada orang tua, menyambung tali silaturrahim, mendidik anak, menjenguk orang yang sakit, melakukan amar ma'ruf-nahi munkar, mendamaikan orang yang bertengkar, menjaga lisan dan pandangan serta anggota badan lainnya agar tidak terjatuh ke dalam yang haram dan mengerjakan amal shalih lainnya.

Keutamaan memberi makan orang yang berbuka

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ فَطَّرَ صَائِماً كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئاً

"Barang siapa yang memberi makan untuk berbuka orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun." (HR. Ahmad dan Tirmidzi, Shahihul Jaami' 6415)

Maraaji': Ramadhan fadhaa'il wa taujiihaat (Syaikh M. Ibrahim Al Hamd), Fiqhus Sunnah, Bughyatul mutathawwi' (M. bin Umar Bazmuul), Riyaadhus Shaalihin (Imam Nawawi), Taubah fii Ramadhaan (Ibrahim Al Manshur) dll.


[1] Yakni penghalangnya dari maksiat dan syahwat serta penghalangnya dari neraka.

[2] Lailatul qadr tidak terjadi pada malam tertentu secara khusus dalam setiap tahunnya, namun berubah-rubah, mungkin pada tahun sekarang malam ke 27, pada tahun depan malam ke 29 dsb. sangat diharapkan terjadi pada malam ke 27. Mungkin hikmah mengapa malam Lailatul qadr disembunyikan oleh Allah Ta'ala adalah agar diketahui siapa yang sungguh-sungguh beribadah dan yang bermalas-malasan. Lailatul qadr adalah malam dibukanya seluruh pintu kebaikan, didengarkannya permohonan dan dijawabnya doa, amal kebaikan pada malam itu ditulis dengan pahala yang sebesar-besarnya, ia adalah malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Tanda-tandanya adalah bahwa ia terjadi di 10 terakhir bulan Ramadhan di malam ganjilnya, malam harinya sedang (tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin) dan terbitnya matahari di pagi hari melemah kemerah-merahan (sebagaimana dalam hadits riwayat Thayaalisiy, Ibnu Khuzaimah, Al Bazzar dan sanadnya hasan).

Ditulis oleh Marwan bin Musa untuk www.arabic.web.id


Fadhilah (Keutamaan) Berpuasa dan Beramal di Bulan Ramadhan

Posted: 23 Aug 2010 04:46 AM PDT

Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba’d:

Berikut ini beberapa hadits sahih atau hasan –insya Allah- yang menerangkan keutamaan berpuasa dan beramal di bulan Ramadhan. Semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Keutamaan berpuasa Ramadhan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah berfirman:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ

"Semua amal anak Adam untuknya selain puasa, puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya.” (sampai di sinilah hadits qudsinya). Puasa itu perisai, maka jika kamu sedang berpuasa, janganlah berkata kotor dan berteriak-teriak. Jika ada yang memaki atau mengajak bertengkar, katakanlah, "Saya sedang puasa", kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Demi (Allah) yang nyawa Muhammad di Tangan-Nya, sungguh bau mulut  orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wangi kesturi. Bagi orang  yang berpuasa ada dua kegembiraan; kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya dengan puasanya itu." (HR. Bukhari dan Muslim, lafaz ini adalah lafaz Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari, Muslim, dll)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَتَاكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِيْنِ فِيْهِ لَيْلَةٌ هِيَ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, di mana Allah mewajibkan puasa di bulan itu kepada kamu. Pada bulan itu pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan durhaka dibelenggu. Di bulan itu terdapat suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barang siapa dihalangi mendapatkan kebaikannya, maka ia telah terhalangi.” (HR. Ahmad, Nasa’i, dan Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 55)

Tentang dibelenggu setan-setan, Al Mundziriy dalam At Targhib wat Tarhib berkata, “Bisa maksudnya bahwa para setan tidak bisa mengacaukan manusia secara murni, tidak seperti  di bulan lainnya karena kaum muslimin sibuk berpuasa yang dapat mengalahkan syahwat, demikian juga sibuk membaca Al Qur’an dan menjalankan ibadah lainnya.”

Ancaman meninggalkan puasa Ramadhan

Abu Umamah Al Bahiliy radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ أَتَانِيْ رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبُعِيْ فَأَتَيَا بِي جَبَلًا وَعْرًا فَقَالاَ اِصْعَدْ فَقُلْتُ إِنِّيْ لاَ أُطِيْقُهُ فَقَالاَ إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا بِأَصْوَاتٍ شَدِيْدَةٍ قُلْتُ مَا هَذِهِ اْلأَصْوَاتُ قَالُوْا هَذَا عَوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ثُمَّ انْطَلَقَ بِيْ فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلِّقِيْنَ بِعَرَاقِيْبِهِمْ مُشَقَّقَّةً أَشْدَاقُهُمْ تَسِيْلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ قُلْتُ مَنْ هَؤُلاَءِ قَالاَ الَّذِيْنَ يُفْطِرُوْنَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ

“Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua orang yang menghampiriku dan memegang  lenganku, kemudian membawaku ke sebuah gunung yang sulit didaki. Keduanya berkata, “Naiklah” aku berkata, “Aku tidak sanggup mendaki.” Keduanya berkata, “Kami akan memudahkannya untukmu.” Maka aku pun naik. Ketika aku telah berada di tengah gunung tiba-tiba terdengar suara keras. Aku bertanya, “Suara apa ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah longlongan penghuni neraka.” Lalu aku diajak berjalan, tiba-tiba aku bertemu dengan beberapa orang yang menggantungkan urat kakinya, sedangkan rahang mereka robek mengucurkan darah. Aku pun bertanya, “Siapakah mereka?” Keduanya menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum tiba waktunya.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kedua shahihnya, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihut Targhib no. 1005)

Ancaman tetap bermaksiat di bulan Ramadhan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لمَ ْيَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْس ِللهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

"Barang siapa yang tidak mau meninggalkan kata-kata dusta dan beramal dengannya, maka Allah tidak lagi butuh ia meninggalkan makan dan minumnya." (HR. Bukhari)

Anjuran makan sahur

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً » .

“Bersahurlah, karena dalam makan sahur ada keberkahan.” (HR. Bukhari-Muslim)

اَلسَّحُوْرُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوْهُ وَ لَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِيْنَ  .

“Makan sahur itu berkah, maka jangan kamu tinggalkan meskipun hanya meminum seteguk air, karena Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang bersahur.” (HR. Ahmad, dihasankan oleh  Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 3683)

Amr bin Maimun berkata, “Para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling menyegerakan berbuka dan menunda makan sahur.” (HR. Baihaqi dengan sanad yang sahih)

Catatan:

Batas akhir makan sahur adalah sampai terbit fajar, bukan dengan imsak (lihat surat Al Baqarah: 187).

Anjuran berdoa ketika berpuasa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ  :  دَعْوَةُ الصَّائِمِ وَ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَ دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ

“Ada tiga doa mustajab: doa orang yang berpuasa, doa orang yang dianiaya dan doa musafir.” (HR. Al ‘Uqaili dan Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 3030)

Makan dan minum karena lupa ketika berpuasa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَكَلَ نَاسِياً وَهْوَ صَائِمٌ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

"Barang siapa makan karena lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa, maka lanjutkanlah puasanya, karena sesungguhnya Allah memberinya makan dan minum." (HR. Bukhari)

Anjuran menyegerakan berbuka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ »

“Manusia senantiasa dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Anjuran mengawali berbuka dengan kurma, atau dengan air jika tidak ada

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا فَلْيُفْطِرْ عَلَى التَّمْرِ فَإِنْ لَمْ يَجِدِ التَّمْرَ فَعَلَى الْمَاءِ فَإِنَّ الْمَاءَ طَهُوْرٌ

“Jika salah seorang di antara kamu berpuasa, maka berbukalah dengan kurma. Jika tidak mendapatkan kurma, maka dengan air, karena air itu pembersih.” (HR. Abu Dawud, Hakim dan Baihaqi, Shahihul Jaami’ no. 746)

Doa berbuka puasa

Ibnu Umar berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berbuka mengucapkan:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَ اْبتَلَّتِ اْلعُرُوْقُ وَ ثَبَتَ اْلاَ جْرُ اِنْ شَاء َاللهُ

"Telah hilang rasa haus, telah basah tenggorokan dan semoga pahala tetap didapat Insya Allah." (Hasan, HR. Abu Dawud dan Nasa’i)

Keutamaan melakukan shalat Tarawih bersama imam hingga sselesai

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ اْلِإمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

“Sesungguhnya barang siapa melakukan qiyamullail bersama imam hingga selesai, maka akan dicatat shalat semalam suntuk.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, Shahihul Jaami’ no. 2417)

Anjuran bersedekah di bulan Ramadhan dan memperbanyak membaca Al Qur’an

Dari Ibnu Abbas ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Kedermawanan Beliau lebih nampak lagi di bulan Ramadhan ketika ditemui oleh Jibril. Jibril biasa menemui Beliau di setiap malam bulan Ramadhan lalu Beliau bertadarus Al Qur’an dengannya. Sungguh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan terhadap kebaikan melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يُنْقَصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

"Barang siapa memberi makan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala orang yang berpuasa itu tanpa dikurangi sedikit pun dari pahala orang yuang berpuasa itu." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dll. Shahihul Jaami’ no. 6415)

Keutamaan berumrah di bulan Ramadhan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seorang wanita Anshar:

فَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَاعْتَمِرِى فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً

"Ketika tiba bulan Ramadhan berumrahlah, karena berumrah di bulan Ramadhan sama seperti hajji." (HR. Bukhari-Muslim)

Mempergiat ibadah ketika bulan Ramadhan hampir selesai

عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ .

Dari Aisyah  radhiyallahu ‘anha ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki sepuluh (terakhir bulan Ramadhan), menghidupkan malamnya, membangungkan keluarganya, serius beribadah dan mengencangkan sarungnya.” (HR., Muslim)

Anjuran beri’tikaf di bulan Ramadhan

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ : كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْماً

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf selama sepuluh hari pada setiap bulan Ramadhan. Namun pada tahun di mana Beliau akan wafat, Beliau melakukannya selama dua puluh hari.” (HR. Bukhari)

Maraaji’: Shahih At Targhib wat Tarhib (Syaikh Al Albani), Shahihul Jaami’ (Syaikh Al Albani), Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Saabiq), Al Adzkaar (Imam Nawawi), dll.

Ditulis oleh Marwan bin Musa, Disebarkan oleh www.arabic.web.id


0 Comments:

Post a Comment