Bahasa Arab Online

Bahasa Arab Online


Jangan Gila Pujian

Posted: 15 Feb 2013 07:40 AM PST

Ikhlas, tidak mengharap selain ridho Allah, itu yang dituntut ketika kita beramal. Namun kadang, hati selalu mengharap pujian orang lain, ini yang mesti diwaspadai karena dapat merusak amalan yang semula adalah baik.

Ikhlaslah dan Jauhi Riya' (Gila Pujian)

Beberapa ayat menerangkan agar kita dapat menjadi orang yang ikhlas dalam ibadah. Di antaranya adalah firman Allah Ta'ala,

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (artinya: ikhlas) dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus" (QS. Al Bayyinah: 5).

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang bahaya riya' (gila pujian) bahwasanya amalan pelaku riya' tidaklah dipedulikan oleh Allah. Dalam hadits qudsi disebutkan,

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

"Allah Tabaroka wa Ta'ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (artinya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya" (HR. Muslim no. 2985). Imam Nawawi rahimahullah menuturkan, "Amalan seseorang yang berbuat riya' (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa" (Syarh Shahih Muslim, 18: 115).

Begitu pula peringatan keras bagi orang yang cuma mengharap dunia dalam amalannya, di antaranya adalah mengharap pujian manusia disebutkan dalam hadits berikut ini,

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Barangsiapa yang menutut  ilmu yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, namun ia mempelajarinya hanya untuk meraih tujuan duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti" (HR. Abu Daud no. 3664, Ibnu Majah no. 252 dan Ahmad 2: 338. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Jangan Gila Pujian

Ibnul Qayyim dalam Al Fawaid mengatakan, "Tidak mungkin dalam hati seseorang menyatu antara ikhlas dan mengharap pujian serta tamak pada sanjungan manusia kecuali bagaikan air dan api."

Seperti kita ketahui bahwa air dan api tidak mungkin saling bersatu, bahkan keduanya pasti akan saling membinasakan.Demikianlah ikhlas dan pujian, sama sekali tidak akan menyatu. Mengharapkan pujian dari manusia dalam amalan pertanda tidak ikhlas.

Ada yang menanyakan pada Yahya bin Mu'adz, "Kapan seorang hamba disebut berbuat ikhlas?" "Jika keadaanya mirip dengan anak yang menyusui. Cobalah lihat anak tersebut dia tidak lagi peduli jika ada yang memuji atau mencelanya", jawab Yahya.

Muhammad bin Syadzan berkata, "Hati-hatilah ketamakan ingin mencari kedudukan mulia di sisi Allah, namun di sisi lain masih mencari pujian dari manusia". Maksud beliau adalah ikhlas tidaklah bisa digabungkan dengan selalu mengharap pujian manusia dalam beramal.

Ada yang berkata pada Dzun Nuun Al Mishri rahimahullah, "Kapan seorang hamba bisa mengetahui dirinya itu ikhlas?" "Jika ia telah mencurahkan segala usahanya untuk melakukan ketaatan dan ia tidak gila pujian manusia", jawab Dzun Nuun.

Coba pula lihat perkataan Ibnu 'Atho' dalam hikam-nya. Beliau berkata, "Ketahuilah bahwa manusia biasa memujimu karena itulah yang mereka lihat secara lahir darimu. Seharusnya engkau menjadikan dirimu itu cambuk dari pujian tersebut. Karena ingatlah orang yang paling bodoh adalah yang dirinya itu yakin akan pujian manusia padahal ia yakin akan kekurangan dirinya.”

Lihatlah bagaimana Ibnu Mas'ud, sahabat yang mulia, namun masih menganggap dirinya itu penuh 'aib. Ibnu Mas'ud pernah berkata, "Jika kalian mengetahui 'aibku, tentu tidak ada dua orang dari kalian yang akan mengikutiku".

Seorang hamba yang bertakwa tentu merasa dirinya biasa-biasa saja, penuh kekurangan, dan selalu merasa yang lain lebih baik darinya. Jika memiliki sifat mulia seperti ini, maka kita akan tidak gila pujian dan tidak sombong. Yang selalu diharap adalah wajah Allah dan kenikmatan bertemu dengan-Nya. Mengapa kita masih memiliki sifat untuk gila pujian dari manusia? Mengharap ridho Allah tentu lebih nikmat dari segalanya.

Ya Allah, berilah kami keikhlasan dalam setiap amalan kami. Wabillahit taufiq.

 

Referensi:

Ta'thirul Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayid bin Husain Al 'Afani, terbitan Darul 'Afani, cetakan pertama, 1421 H, hal. 315-317.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Kampus Tahfizh: Mencetak Intelektual Muda yang Qur’ani

Posted: 14 Feb 2013 06:21 AM PST

ANDA MAHASISWA ?
INGIN SUKSES KULIAH SAMBIL MENGHAFAL AL-QUR'AN ?

YUK IKUTI…!!!!

Forum Kajian Islam Mahasiswa (FKIM) Yogyakarta bekerjasama dengan Keluarga Muslim Teknik (KMT) dan Takmir Ibnu Sina mempersembahkan :

:: KAMPUS TAHFIZH ::
Mencetak Intelektual Muda yang Qur'ani

Kampus Tahfizh menawarkan berbagai program yang bertujuan untuk mencetak generasi Pecinta dan Penghafal Qur'an terutama dari dunia kampus.

>> KHUSUS PUTRA <<

[1] PILIHAN KELAS
# Kelas Tahsin
Mempelajari dasar-dasar tahsin dan tajwid
Rujukan : Bimbingan Tahsin & Tajwid Al-Qur'an Utsmani, Jilid 3, karya Efendi Anwar

# Kelas Tahfizh
Level tahfizh Kampus Tahfizh memiliki tiga level utama, yaitu:
- Paket 1 Juz (1 Juz dalam waktu 3 bulan)
- Paket 2 Juz (2 Juz dalam waktu 3 bulan)
- Paket 3 Juz (3 Juz dalam waktu 3 bulan)

[2] INFO KBM
- Masa Belajar : 3 Maret – 25 Mei 2013 (24 kali pertemuan)
- Pengajar : Staf pengajar Kampus Tahfizh
- Tempat belajar : Mushola Teknologi Fakultas Teknik UGM, Masjid Ibnu Sina Fakultas Kedokteran UGM dan masjid-masjid lain sekitar kampus UGM
- Intensitas pertemuan : 2 kali sepekan (Sabtu & Ahad)
- Suplemen : Kajian tematik 3x pertemuan, Camp Qur'an, Pelatihan Imam Masjid (Magang)

[3] PENDAFTARAN VIA SMS
Ketik : Daftar_Nama Lengkap_Univ_Jurusan_Kelas yang dipilih
Contoh : Daftar_Irwansyah_UGM_Teknik Fisika_Kelas Tahfizh paket 2
Kirim ke 087899293104
Pendaftaran ditutup tanggal 23 Februari 2013

[4] PLACEMENT TEST
- Sifat : Wajib bagi calon santri
- Tanggal : Ahad, 24 Februari 2013
- Tempat : Masjid Ibnu Sina, Fakultas Kedokteran UGM
- Waktu : 09.00 WIB-selesai

[5] DAFTAR ULANG DAN BRIEFING
- Sifat : Wajib bagi calon santri (pembagian kelas, pengajar, dan tempat pengajar)
- Tanggal : Sabtu, 2 Maret 2013
- Tempat : Masjid Al-Ashri,Pogungrejo
- Waktu : Pukul 09.00 WIB – selesai

Tunggu apa lagi ??
Segera Daftrar !!
Kuota terbatas !!

BIAYA GRATIS
Bagi kelas tahsin modul bisa dipesan ke panitia

Sekretariat : Wisma Darul Qur'an, Pogung Dalangan SIA XVI Rt 10 Rw 50 No. 27E, Sinduadi, Mlati, Sleman, DI Yogyakarta 55284

INFORMASI LEBIH LENGKAP
Twitter : @kampustahfizh
Fanpage : Kampus Tahfizh
E-mail : kampustahfizh[at]gmail.com
CP : 0878 9929 3104

kampus tahfizh

Soal-222: Hadits Dha’if Dalam Fadhilul Amal Dapat Melahirkan Amal Tertentu?

Posted: 13 Feb 2013 11:23 PM PST

Apakah hadits dha’if pada fadhilah amal (yang membicarakan tentang keutamaan suatu amalan) dapat melahirkan amalan tertentu?

Dijawab Oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI.

Jawabannya Klik Player:

Download

Bagaikan Debu Yang Beterbangan

Posted: 13 Feb 2013 06:08 PM PST

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Dan Kami tampakkan apa yang dahulu telah mereka amalkan lalu Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan." (QS. Al-Furqan: 23)

Tentang maksud "bagaikan debu yang beterbangan" Imam al-Baghawi rahimahullahmenjelaskan, "Artinya sia-sia, tidak mendapat pahala. Karena mereka tidak melakukannya [ikhlas] karena Allah 'azza wa jalla." (lihat Ma'alim at-Tanzil, hal. 924)

Imam Ibnul Jauzi rahimahullah menafsirkan, "Apa yang dahulu telah mereka amalkan" yaitu berupa amal-amal kebaikan. Adapun mengenai makna "Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan" maka beliau menjelaskan, "Karena sesungguhnya amalan tidak akan diterima jika dibarengi dengan kesyirikan." (lihat Zaa'dul Masir, hal. 1014)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, "Setiap amalan yang tidak ikhlas dan tidak berada di atas ajaran syari'at yang diridhai [Allah] maka itu adalah batil/sia-sia." (lihat Tafsir al-Qur'an al-'Azhim [6/103])

Syaikh as-Sa'di rahimahullah menjelaskan, "Sebab amalan yang diterima adalah amalan yang dilakukan oleh orang yang beriman lagi ikhlas, yang membenarkan para rasul dan mengikuti tuntunan mereka di dalam hal itu." (lihat al-Majmu'ah al-Kamilah [5/472])

Di dalam ayat lain, Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Sungguh telah diwahyukan kepadamu -Muhammad- dan juga kepada orang-orang sebelummu; Jika kamu berbuat syirik niscaya lenyaplah seluruh amalmu, dan pastilah kamu termasuk golongan orang-orang yang merugi." (QS. Az-Zumar: 65)

Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma berkata, "Ini adalah pendidikan dari Allah ta'ala kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam dan ancaman bagi selainnya, karena Allah 'azza wa jallah telah menjaga beliau dari perbuatan syirik." (lihat Zaadul Masir, hal. 1235)

ar-Rabi' bin Anas rahimahullah berkata, "Tanda agama [amalan yang benar] adalah ikhlas karena Allah, sedangkan tanda ilmu [yang sejati] adalah perasaan takut kepada Allah." (lihatal-Ikhlas wa an-Niyyah karya Ibnu Abi Dun-ya, hal. 33)

Diriwayatkan bahwa 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu'anhu berkata, "Amal yang salih adalah amalan yang kamu tidak menginginkan pujian dari siapapun atasnya kecuali dari Allah." (lihat al-Ikhlas wa an-Niyyah, hal. 35)

Yahya bin Abi Katsir rahimahullah berkata, "Malaikat membawa naik amalan seorang hamba dengan penuh gembira. Tatkala dia telah bertemu dengan Rabbnya, maka Allah pun berkata: Masukkanlah amalan itu ke dalam Sijjin [catatan keburukan], karena amalan tu tidak dipersembahkan untuk-Ku." (lihat al-Ikhlas wa an-Niyyah, hal. 45)

Ibnul Mubarak rahimahullah berkata, "Ada seseorang yang menceritakan kepadaku mengenai Abus Salil. Bahwasanya suatu saat dia menyampaikan hadits atau sedang membacakannya kemudian dia menangis, tiba-tiba dia pun mengubah dirinya menjadi tertawa." (lihat al-Ikhlas wa an-Niyyah, hal. 64)

Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, "Benar-benar ada dahulu seorang lelaki yang memilih waktu tertentu untuk menyendiri, menunaikan sholat dan menasehati keluarganya pada waktu itu, lalu dia berpesan: Jika ada orang yang mencariku, katakanlah kepadanya bahwa 'dia sedang ada keperluan'." (lihat al-Ikhlas wa an-Niyyah, hal.65)

Mutharrif rahimahullah berkata, "Sesungguhnya sejelek-jelek alat untuk mencari kesenangan dunia adalah amal akhirat." (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 572)

Yusuf bin Asbath rahimahullah berkata, "Allah tidak menerima amalan yang di dalamnya tercampuri riya' walaupun hanya sekecil biji tanaman." (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 572)

Abu Ishaq al-Fazari rahimahullah berkata, "Sesungguhnya diantara manusia ada orang yang sangat menggandrungi pujian kepada dirinya, padahal di sisi Allah dia tidak lebih berharga daripada sayap seekor nyamuk." (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 573)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Barangsiapa yang mencintai orang lain bukan karena Allah niscaya bahaya yang muncul dari teman-temannya jauh lebih besar daripada bahaya yang timbul dari musuh-musuhnya." (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 575)

al-Harits bin Qasi an-Nakha'i rahimahullah berkata, "Jika kamu berniat untuk melakukan suatu amal kebaikan janganlah ditunda-tunda. Apabila setan datang ketika kamu sedang mengerjakan sholat lalu dia membisikkan, "Kamu sedang riya'." maka buatlah sholat itu semakin bertambah lama." (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 576)

Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah berkata, "Bukanlah tangisan hakiki tangisan dengan mata. Akan tetapi tangisan yang hakiki adalah tangisan hati." (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 579)

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata: Dahulu ibuku berpesan kepadaku, "Wahai anakku, janganlah kamu menuntut ilmu kecuali jika kamu berniat mengamalkannya. Kalau tidak, maka ia akan menjadi bencana bagimu di hari kiamat." (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 579)

Ibnus Samak rahimahullah berkata, "Seandainya seorang yang riya' dengan ilmu dan amalnya mengutarakan isi hatinya kepada manusia niscaya mereka akan marah kepadanya dan mengatakan bahwa akalnya benar-benar dungu." (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 580)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Riya' adalah mempersekutukan Allah dengan makhluk. Adapun 'ujub adalah mempersekutukan Allah dengan diri sendiri." (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 583)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Ketahuilah, bahwasanya keikhlasan seringkali terserang oleh penyakit ujub. Barangsiapa yang ujub dengan amalnya maka amalnya terhapus. Begitu pula orang yang menyombongkan diri dengan amalnya maka amalnya pun menjadi terhapus." (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 584)

Setelah membaca ini semuanya, sudah selayaknya kita berdoa kepada Allah sebagaimana doa yang dipanjatkan oleh salah seorang ulama salaf, "Ya Allah, ampunilah riya' dan sum'ahku." (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 577)

Penulis: Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id

Darurat Menjadikan Bolehnya yang Haram

Posted: 13 Feb 2013 03:00 AM PST

Jika suatu yang haram terpaksa dikonsumsi karena keadaan darurat, tidak ada jalan lain selain mengkonsumsi yang haram demi mempertahankan hidup, maka saat itu dibolehkan.

Kaedah ini dibawakan oleh Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir As Sa'di dalam kitabnyaQowaid Muhimmah wa Fawaid Jammah. Berikut kami sarikan:

Jika seseorang dalam keadaan darurat untuk melakukan suatu yang haram seperti karena khawatir pada keselamatan dirinya, jika ia tidak melakukannya maka ia akan tertimpa bahaya atau datang kerusakan, maka dibolehkan ketika itu untuk melakukannya.

Allah Ta'ala berfirman,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

"Dan Allah sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan" (QS. Al Hajj: 78).

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (QS. Al Baqarah: 185).

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ

"Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya." (QS. Al Baqarah: 173).

Banyak permasalahan yang termasuk dalam kaedah ini seperti makan bangkai, minum air yang najis dan semacamanya ketika darurat, maka itu dibolehkan. Seperti pula melakukan sesuatu dalam shalat dengan gerakan yang banyak (contoh: merapikan shaf, membunuh kalajengking yang lewat di depan, pen) dalam keadaan darurat, seperti itu pun tidak membatalkan shalat.

Seperti pula dalam masalah haji atau umrah ketika dalam keadaan ihram dilarang untuk memakai pakaian yang membentuk lekuk tubuh, namun dibolehkan dilanggar ketika dalam keadaan darurat, tetapi tetap ada kewajiban fidyah.

Contoh lainnya, barangsiapa yang terpaksa dalam keadaan darurat mengambil harta orang lain seperti makanan, ia boleh memanfaatkannya tanpa izin atau ridho pemiliknya. Akan tetapi jika si pemilik malah mendapatkan dhoror (bahaya), maka tidak dibolehkan karena 'tidak boleh menghilangkan dhoror dengan mendatangkan dhoror lainnya'.

Perkataan yang ma'ruf di tengah-tengah fuqoha,

لا محرم مع اضطرار ولا واجب مع عدم اقتدار

"Tidak ada keharaman ketika dalam kondisi darurat, tidak ada kewajiban saat tidak mampu."

Guru kami, Syaikh Prof. Dr. 'Abdus Salam Asy Syuwai'ir -semoga Allah senantiasa menjaga beliau- menerangkan bahwa yang dimaksud darurat sehingga mendapatkan keringanan di atas adalah:

(1) darurat yang terjadi saat itu juga bukan yang nantinya terjadi,

(2) harus jelas atau dipastikan bahwa tidak ada jalan lain selain mengkonsumsi yang haram,

(3) harus dipastikan bahwa yang haram tersebut bermanfaat untuk menghilangkan bahaya.

(Faedah dari kajian Qowa'idil Fiqh bersama beliau saat Dauroh Shoifiyah Jami Ibnu Taimiyah 1433 H, dari kitab Qowaid Muhimmah wa Fawaid Jammah karya Syaikh As Sa'di).

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Penerimaan Santri Baru PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta

Posted: 12 Feb 2013 05:58 PM PST

Mukaddimah

"Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengannya maka akan selamanya tidak tersesat: Kitab Allah (Al Qur'an) dan Sunnah Rasul-Nya"
(HR. Hakim dan dishahihkan oleh Al Albani)

Beranjak dari hadits mulia di atas, PP Hamalatul Qur'an berkomitmen untuk membentuk para generasi yang siap dan setia menegakkan ajaran Al Qur'an dan sunnah Rasulillah pada diri, keluarga dan umatnya. Generasi yang hafal Al Qur'an 30 juz, berakidah yang benar sesuai pemahaman salafus shalih, berakhlak mulia, dan menjadi teladan yang baik untuk orang lain, serta siap berdakwah dalam kebenaran dan kesabaran.

Program Pendidikan

Pondok Pesantren Hamalatul Qur'an menyelenggarakan pendidikan wajib asrama dan sistem belajar berlanjut untuk lulusan SD / MI / Salafiyah Ula / Paket A. Dengan masa pendidikan 7 tahun

Yang rinciannya adalah sebagai berikut:

  • Tingkat Salafiyah Wustho (setingkat SMP) ditempuh selama 3 tahun
  • Tingkat Aliyah (setingkat SMA) ditempuh selama 3 tahun
  • Pengabdian ditempuh selama 1 tahun, setelah selesai pengabdian santri akan mendapatkan ijazah madrasah dan ijazah pesantren

Standar Kelulusan

1. Tingkat Salafiyah Wustho

  1. Hafal Al Qur'an 30 juz
  2. Beraqidah yang shahih
  3. Melaksanakan ibadah yang benar
  4. Ber-akhlakul karimah
  5. Mampu berbahasa arab lisan dan tulisan
  6. Dapat menjadi imam shalat
  7. Dapat mengisi khutbah jum'at dan kultum
  8. Dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya

2. Tingkat Aliyah

  1. Hafal Al Qur'an 30 juz
  2. Lancar membaca kitab kuning
  3. Hafal matan-matan: Qawai'dul Arba', Tsalatsatul Ushul, Baiquniyah, Arba'in Nawawiyah, Waraqat, Rahabiyah.
  4. Dapat mengoperasikan komputer
  5. Aktif berbahasa Arab dan Inggris, lisan dan tulisan
  6. Dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan universitas dalam atau luar negeri

Waktu Pendaftaran

Pendaftaran dimulai dari tanggal 20 Mei19 Juni 2013

Waktu Tes

Setiap hari Selasa dan Rabu antara tanggal 20 Mei- 19 Juni 2013 pada Jam Kerja ( 08.00 – 16.00 )

Materi Tes Masuk

  • Baca Tulis Al Quran
  • Kemampuan Menghafal
  • Psikotes
  • Pengetahuan Islam Dasar
  • Pelajaran UAN
  • Wawancara dengan calon santri dan Walinya.

Syarat-Syarat Pendaftaran

  1. Laki-laki
  2. Lancar membaca Al-Quran.
  3. Membawa copy ijazah SD / MI / Salafiyah Ula / Paket A berlegalisir 2 lembar
  4. Membawa foto berwarna ukuran 2×3 dan 3×4 masing-masing 2 lembar
  5. Membawa surat keterangan sehat dari dokter
  6. Datang diantar orang tua
  7. Mengisi blangko pendaftaran
  8. Mengisi surat pernyataan kesanggupan mentaati peraturan dan kebijakan pesantren, menyelesaikan studi hingga selesai masa pengabdian, dan mengabdi selama 1 tahun
  9. Membayar uang pendaftaran sebesar Rp. 150.000 (Seratus Lima Puluh Ribu Rupiah)
  10. Membayar daftar ulang sebesar Rp. 1.500.000 ( Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) bagi calon santri yang diterima (untuk biaya seragam pondok, perlengkapan tidur, lemari, dan kitab, dll)

Daftar ulang ini hanya satu kali selama menjadi santri PPHQ.

  1. Bebas uang pendaftaran dan daftar ulang bagi calon santri yang sudah hafal dan lancar 15 juz

Informasi Pendaftaran

Informasi lebih lanjut dapat di akses lewat internet di web http://hamalatulquran.com atau melalui telepon 0274 372 602.

Atau hubungi:

  • Aris Munandar, SS, M.P.I. : 08157985796
  • Amri Suaji, Lc. : 081227150771

Biaya Pendidikan

Biaya pendidikan meliputi:

  • Uang gedung
  • Makan 3x sehari
  • Asrama
  • SPP Pendidikan
  • Ekstra Kurikuler
  • Rihlah (tamasya atau outbound)

Semua ini GRATIS ditanggung oleh pesantren melalui amal usaha dan sumbangan para donatur pesantren. Bila wali santri menghendaki untuk berinfak, pihak pesantren mempersilahkan dan tidak mengikat jumlahnya.

Fasilitas Pendidikan

  • Para Ustadz dan Pembimbing berasal dari perguruan tinggi dalam negeri dan luar negeri (Universitas Islam Madinah, Universitas Al Azhar Mesir, UNY,UMS, UGM, dll)
  • Asrama, ruang kelas, masjid, perpustakaan, lab komputer
  • Kegiatan ekstra kurikuler, UKS, kantin pesantren
  • Dan sarana pendukung lainnya

Alamat 

PP Hamalatul Qur'an
Ds. Kembaran RT 08 Tamantirto, Kasihan,  Bantul, Yogyakarta
Telepon:  0274 372 602
Email: pesantrenhamalatulquran@gmail.com
Website:  
http://hamalatulquran.com

Rute:

    • Dari arah Jawa Timur turun di Terminal Giwangan Jogjakarta, kemudian naik bis jurusan Wates turun di Pasar Gamping. Dari Pasar Gamping naik ojek ke Pesantren Hamalatul Quran Gunung Sempu. Ongkos ojek lebih kurang Rp. 15.000,00
    • Dari arah Purwokerto, naik bis turun di Pasar Gamping, kemudian naik ojek sama seperti diatas.

Fatwa Ulama: Hukum Menerima Hadiah Dari Non-Muslim Di Hari Raya Mereka

Posted: 11 Feb 2013 07:00 PM PST

Fatwa Syaikh Muhammad Al Imam hafizhahullah

Soal:
Apa hukum menerima hadiah dari orang kafir terutama pada hari raya mereka?

Jawab:
Sudah ma’ruf (diketahui bersama) bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam terkadang menerima hadiah dari orang kafir. Dan terkadang beliau menolak hadiah dari sebagian para raja dan pemimin kaum kafirin. Oleh karena itu para ulama memberikan kaidah dalam menerima hadiah dari orang kafir. Demikian juga halnya hadiah dari ahli maksiat dan orang yang menyimpang.

Yaitu, jika hadiah tersebut tidak berpotensi membahayakan bagi si penerima, dari segi syar’i (agama), maka boleh. Namun jika hadiah itu diberikan tujuannya agar si penerima tidak mengatakan kebenaran, atau agar tidak melakukan suatu hal yang merupakan kebenaran, maka hadiah tersebut tidak boleh diterima. Demikian juga jika hadiah itu diberikan dengan tujuan agar masyarakat bisa menerima orang-orang kafir yang dikenal tipu daya dan makarnya, maka saat itu tidak boleh menerima hadiah. Intinya, jika dengan menerima hadiah tersebut akan menimbulkan sesuatu berupa penghinaan atau setidaknya ada tuntutan untuk menentang suatu bagian dari agama kita, atau membuat kita diam tidak mengerjakan apa yang diwajibkan oleh Allah, atau membuat kita melakukan yang diharamkan oleh Allah, maka ketika itu hadiah tersebut tidak boleh diterima.

Sumber: http://www.olamayemen.net/Default_ar.aspx?ID=8369

Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id

Petunjuk Bagi Orang Yang Bertakwa

Posted: 10 Feb 2013 06:06 PM PST

Allah Ta'ala berfirman,

الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ

"Alif lam mim. Ini adalah kitab yang tidak ada keraguan sedikit pun padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa" (QS. al-Baqarah: 1-2)

Faidah

  • Di dalam Al-Qur'an terkandung ilmu yang meyakinkan; sehingga ia akan bisa menyingkirkan keragu-raguan. Sebab penafian keraguan dalam ungkapan 'tidak ada keraguan sedikit pun padanya' adalah suatu ungkapan penafian yang memiliki konsekuensi penetapan kebalikan darinya; sementara kebalikan dari keraguan adalah keyakinan
  • Sebuah pelajaran penting yang bisa dipetik, bahwasanya penafian -dari suatu sifat tercela atau kekurangan- yang dimaksudkan sebagai pujian adalah penafian yang terkandung di dalamnya penetapan kebalikan darinya; yaitu sifat kesempurnaan.
  • Al-Qur'an mengandung petunjuk yang akan mengentaskan seorang dari kesesatan dan berbagai kerancuan pemahaman, selain itu Al-Qur'an juga berisi arahan-arahan untuk menggapai segala perkara yang mendatangkan kemanfaatan dan kebaikan.
  • Kebaikan yang ditunjukkan melalui bimbingan Al-Qur'an adalah kebaikan yang menyeluruh, bukan hanya kebaikan yang bersifat sementara -di dunia- bahkan ia juga mencakup kebaikan yang seterusnya -di akhirat- dan abadi.
  • Al-Qur'an merupakan panduan dalam perkara ushul (pokok) maupun furu' (cabang), ia menyimpan keterangan untuk membedakan antara kebenaran dengan kebatilan, antara pendapat yang benar/kuat dengan pendapat yang lemah.
  • Pada dasarnya Al-Qur'an adalah petunjuk/hidayah bagi semua manusia, hanya saja yang benar-benar bisa memetik manfaat dan pelajaran darinya adalah orang-orang yang bertakwa. Sebab, hidayah itu ada 2 macam; hidayah berupa keterangan dan hidayah berupa taufik. Hidayah taufik hanya diperoleh orang yang bertakwa, sedangkan selain mereka tidak mendapatkannya.
  • Hidayah berupa keterangan ilmu pada hakikatnya bukanlah hidayah yang sejati dan sempurna apabila tidak disertai dengan hidayah untuk bisa mengamalkannya.
  • Ketakwaan merupakan sebab paling utama untuk mendapatkan curahan hidayah. Hakikat takwa adalah menjaga diri dari kemurkaan Allah dengan cara melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Sumber: Taisir al-Karim ar-Rahmanlihat al-Majmu'ah al-Kamilah [1/39-41]

Penulis: Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id

Workshop Tata Cara Pengurusan Jenazah (Yogyakarta, 17 Februari 2013)

Posted: 10 Feb 2013 05:56 PM PST

Ikuti! Workshop Tata Cara Pengurusan Jenazah. Insya Allah diadakan pada:

 

Hari / tanggal : Ahad / 17 Februari 2013

Tempat : Masjid Nurul Hikmah, RS Grasia Pakem, Yogyakarta

Waktu : pukul 09.00 –  12.oo WIB

Pemateri: Ust. Zainuddin

 

Gratis, untuk umum.

 

Informasi: 0818.551.897 (Bowo)

Penyelenggara: Yayasan Pendidikan Islam Al Atsary

jenazah

Muslim Merayakan Imlek

Posted: 09 Feb 2013 11:00 PM PST

Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (bahasa Tionghoa: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh 十五冥 元宵节 di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti “malam pergantian tahun”.

Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Imlek sangat beragam. Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api. Meskipun penanggalan Imlek secara tradisional tidak menggunakan nomor tahun malar, penanggalan Tionghoa di luar Tiongkok seringkali dinomori dari pemerintahan Huangdi. Setidaknya sekarang ada tiga tahun berangka 1 yang digunakan oleh berbagai ahli, sehingga pada tahun 2009 masehi “Tahun Tionghoa” dapat japada tahun 4707, 4706, atau 4646.

Dirayakan di daerah dengan populasi suku Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di tetangga geografis Tiongkok, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa berinteraksi meluas. Ini termasuk Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, dan Jepang (sebelum 1873). Di Daratan Tiongkok, Hong Kong, Makau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi suku Han yang signifikan, Tahun Baru Imlek juga dirayakan, dan pada berbagai derajat, telah menjadi bagian dari budaya tradisional dari negara-negara tersebut.

Di Indonesia, Sejak tahun 1968 s/d 1999, perayaan tahun baru Imlek dilarang untuk dirayakan di depan umum. Hal itu berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto. Serta melarang segala hal yang berbau Tionghoa, termasuk di antaranya tahun baru Imlek.

Namun, sejak kepemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia, kembali mendapatkan kebebasan dalam merayakan tahun baru Imlek, yaitu di mulai pada tahun 2000. Di mana, Presiden Abdurrahman Wahid secara resmi mencabut Inpres Nomor 14/1967. Serta menggantikannya dengan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).

Selanjutnya, baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu Hari Libur Nasional, oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003 hingga saat ini. (Sumber: Wikipedia)

Kali ini Muslim.Or.Id akan menjelaskan hukum merayakan imlek bagi seorang muslim.

Masuk Dalam Islam Secara Kaffah

Allah Ta'ala memerintahkan kepada kita untuk masuk ke dalam Islam secara kaaffah sebagaimana disebutkan dalam ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al Baqarah: 208). Kata Mujahid, maksud ‘masuklah dalam Islam secara keseluruhan‘ berarti "Lakukanlah seluruh amalan dan berbagai bentuk kebaikan." (Lihat Tafsir Ibnu Katsir). Artinya di sini, jika suatu kebaikan bukan dari ajaran Islam, maka seorang muslim tidak boleh bercapek-capek melakukan dan memeriahkannya. Karena kita diperintahkan dalam ayat untuk mengikuti seluruh ajaran Islam saja, bukan ajaran di luar Islam.

Ketika menjelaskan ayat di atas, Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir As Sa'di rahimahullah berkata, "Laksanakanlah seluruh ajaran Islam, jangan tinggalkan ajaran Islam yang ada. Jangan sampai menjadikan hawa nafsu sebagai tuan yang dituruti. Artinya, jika suatu ajaran bersesuaian dengan hawa nafsu, barulah dilaksanakan dan jika tidak, maka ditinggalkan,. Yang mesti dilakukan adalah hawa nafsu yang tunduk pada ajaran syari'at dan melakukan ajaran kebaikan sesuai kemampuan. Jika tidak mampu menggapai kebaikan tersebut, maka dengan niatan saja sudah bisa mendapatkan pahala kebaikan." Lihat Taisir Al Karimir Rahman karya Syaikh As Sa'di tentang tafsiran ayat di atas.

Islam Hanya Mengenal Dua Hari Raya Besar

Dalam Islam, hari raya besar itu cuma dua, tidak ada yang lainnya, yaitu hari raya Idul Fithri (1 Syawal) dan Idul Adha (10 Dzulhijjah).

Anas radhiyallahu 'anhu berkata,

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلأَهْلِ الْمَدِينَةِ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْراً مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ

"Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, "Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)" (HR. An Nasai no. 1556 dan Ahmad 3: 178, sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim sebagaimana kata Syaikh Syu'aib Al Arnauth).

Kalau dikatakan bahwa dua hari raya di atas (Idul Fithri dan Idul Adha) yang lebih baik, maka selain dua hari raya tersebut tidaklah memiliki kebaikan. Termasuk dalam hal ini perayaan yang diadakan oleh sebagian muslim berdarah Tionghoa yaitu perayaan Imlek. Sudah seharusnya setiap muslim mencukupkan dengan ajaran Islam yang ada, tidak perlu membuat perayaan baru selain itu. Karena Islam pun telah dikatakan sempurna, sebagaimana dalam ayat,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu" (QS. Al Maidah: 3). Kalau ajaran Islam sudah sempurna, maka tidak perlu ada perayaan baru lagi.

Perayaan di luar dua perayaan di atas adalah perayaan Jahiliyah karena yang dimaksud ajaran jahiliyah adalah setiap ajaran yang menyelisihi ajaran Rasul -shallallahu 'alaihi wa sallam-. Sehingga merayakan perayaan selain perayaan Islam termasuk dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ ثَلاَثَةٌ مُلْحِدٌ فِى الْحَرَمِ ، وَمُبْتَغٍ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ ، وَمُطَّلِبُ دَمِ امْرِئٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لِيُهَرِيقَ دَمَهُ

"Manusia yang dibenci oleh Allah ada tiga: (1) seseorang yang berbuat kerusakan di tanah haram, (2) melakukan ajaran Jahiliyah dalam Islam, dan (3) ingin menumpahkan darah orang lain tanpa jalan yang benar." (HR. Bukhari no. 6882).

Itu Bukan Perayaan Umat Islam

Apalagi jika ditelusuri, perayaan Imlek ini bukanlah perayaan kaum muslimin. Sehingga sudah barang tentu, umat Islam tidak perlu merayakan dan memeriahkannya. Tidak perlu juga memeriahkannya dengan pesta kembang api maupun bagi-bagi ampau, begitu pula tidak boleh mengucapkan selamat tahun baru Imlek.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menegaskan,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka." (HR. Abu Daud no. 4031 dan Ahmad 2: 92. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Tidak boleh pula seorang muslim bersikap boros pada perayaan non-muslim dengan memeriahkannya melalui pesta kembang api. Allah Ta'ala berfirman,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan." (QS. Al Isro': 26-27)

Memberi ucapan selamat tahun baru Imlek, ada yang mengucapkan do'a 'gong he xin xi' (hormat bahagia menyambut tahun baru) atau 'gong xi fa cai' (hormat bahagia berlimpah rejeki) pun terlarang. Hal ini disebabkan karena telah ada klaim ijma' (kesepakatan ulama) bahwa mengucapkan selamat atau mendoakan untuk perayaan non-muslim itu haram. Ijma' adalah satu dalil yang menjadi pegangan. Nukilan ijma' tersebut dikatakan oleh Ibnul Qayyim, di mana beliau rahimahullah berkata,

وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق ، مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم ، فيقول: عيد مبارك عليك ، أو تهْنأ بهذا العيد ونحوه ، فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم إثماً عند الله ، وأشد مقتاً من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس ، وارتكاب الفرج الحرام ونحوه ، وكثير ممن لا قدر للدين عنده يقع في ذلك ، ولا يدري قبح ما فعل ، فمن هنّأ عبداً بمعصية أو بدعة ، أو كفر فقد تعرض لمقت الله وسخطه

"Adapun memberi ucapan selamat pada syi'ar-syi'ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal dan selamat tahun baru imlek, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma' (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, 'Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu', atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya." Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid'ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta'ala." (Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 441).

Kalau dikatakan para ulama sepakat, maka itu berarti ijma'. Dan umat tidak mungkin bersepakat dalam kesesatan, sehingga menyelisihi ijma' itulah yang terkena klaim sesat. Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman,

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali."(QS. An Nisa': 115). Jalan orang-orang mukmin inilah ijma' (kesepakatan) ulama kaum muslimin.

Bersikap toleran bukan berarti membolehkan segala hal yang dapat meruntuhkan akidah seorang muslim. Namun toleran yang benar adalah membiarkan mereka merayakan tanpa perlu loyal (wala') pada perayaan mereka.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Riyadh-KSA, 29 Rabi'ul Awwal 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

0 Comments:

Post a Comment